BAB IV
TATARAN LINGUISTIK (1) :
FONOLOGI
Apabila kita
mendengar orang berbicara,maka kita akan mendengar runtunan bunyi bahasa yang
terus-menerus, kadang-kadang suara terdengar menaik dan menurun bahkan kadang
bunyi atau suara terhenti sejenak atau agak lama, tekanan mengeras dan melembut
dan pemanjangan dan suara biasa. Runtunan bunyi bahasa tersebut, dapat
diklasifikasikan berdasarkan tingkatan-tingkatan yang ditandai dengan jeda-jeda
yang terdapat runtunan bunyi tersebut.
Silabel
merupakan satuan runtunan bunyi yang ditandai dengan satu satuan bunyi yang
paling nyaring, yang dapat disertai atau tidak oleh sebuah bunyi lain di
depannya, di belakangnya atau sekaligus di depan atau di belakangnya. Silabel
ditandai dengan adanya sonoritas atau puncak kenyaringan yang biasanya ditandai
dengan sebuah bunyi vokal.
Bidang linguistik yang
mempelajari, menganalisis, dan membicarakan runtunan bunyi-bunyi bahasa ini
disebut fonologi. Menurut hierarki satuan bunyi yang menjadi obyek
studinya, fonologi dibedakan menjadi fonetik dan fonemik. Fonetik biasa
dijelaskan sebagai cabang studi fonologi yang mempelajari bunyi bahasa tanpa
memperhatikan fungsi sebagai pembeda makna atau tidak. Sedangkan fonemik adalah
cabang studi fonologi yang mempelajari bunyi bahasa dengan memperhatikan fungsi
bunyi tersebut sebagai pembeda makna.
4.1. FONETIK
Fonetik adalah
bidang linguistik yang mempelajari bunyi bahasa tanpa memperhatikan apakah
bunyi tersebut mempunyai fungsi sebagai pembeda mekna atau tidak. Menurut
proses terjadinya bunyi bahasa, fonetik dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu fonetik
artikulatoris, fonetik akustik dan fonetik auditoris.
4.1.1. Alat Ucap
Bunyi-bunyi yang terjadi pada alat ucap biasanya diberi nama sesuai
dengan nama alat ucap itu.
4.1.2. Proses Fonasi
Terjadinya bunyi bahasa umumnya dimulai
dengan proses pemompaan udara keluar dari paru-paru melalui pangkal tenggorok,
ke pangkal tenggorok, yang di dalamnya terdapat pita suara. Bila udara dari
paru-paru keluar tanpa mendapat hambatan apa-apa, maka kita tidak akan
mendengar bunyi apa-apa selain barangkali bunyi napas.
Dalam
proses artikulasi biasanya terlibat dua macam articulator, yatu artikulator
aktif dan artikulator pasif. Artikulator aktif adalah alat ucap
yang bergerak atau digerakkan. Sedangkan artikulator pasif adalah alat ucap
yang tidak dapat bergerak. Keadaan, cara, posisi bertemunya articulator
aktikulator aktif dan artikulator pasif disebut striktur.
4.1.3. Tulisan Fonetik
Dalam studi linguistik dikenal adanya
beberapa macam sistem tulisan dan ejaan, diantaranya tulisan fonetik untuk
ejaan fonetik, tulisan fonemis untuk ejaan fonemis, dan sistem aksara tertentu
(seperti aksara latin) untuk ejaan artografis. Dalam tulisan fonetik setiap
huruf atau lambang hanya digunakan untuk melambangkan satu bunyi bahasa.
4.1.4.
Klasifikasi Bunyi
Pada umumnya bunyi bahasa pertama-tama
dibedakan atas vokal dan konsonan. Bunyi vokal dihasilkan dengan pita suara
terbuka sedikit. Bunyi konsonan terjadi, setelah arus udara melewati pita suara
yang terbuka sedikit atau agak lebar. Jadi, beda terjadinya bunyi vokal dan
konsonan adalah arus udara dalam pembentukan bunyi vokal.
4.1.5.
Diftong atau Vokal Rangkap
Disebut diftong karena posisi lidah
ketika memproduksi bunyi pada bagian awal dan bagian akhirnya tidak sama.
Ketidaksamaan itu menyangkut tinggi rendahnya lidah, bagian lidah yang
bergerak, serta strikturya.
Diftong
sering dibedakan berdasarkan letak atau posisi unsur-unsurnya, sehingga dibedakan
adanya diftong naik dan diftong turun. Diftong naik karena posisinya bunyi
pertama posisinya lebih rendah dari posisi bunyi yang kedua. Disebut diftong
turun karena posisi bunyi pertama lebih tinggi dari posisi bunyi kedua.
4.1.6.
Klasifikasi Konsonan
Bunyi-bunyi konsonan bisanya dibedakan
berdasarkan tiga patokan, yaitu posisi pita suara, tepat artikulasi, dan cara
artikkulasi.
Berdasarkan
tempat artikulasinya kita mengenal, antara lain bilabial, labiodental,
laminoalveolar, dorsovelar. Berdasarkan cara artikulasinya yaitu hambat
(letupan, plosif, stop), geseran (frikatif), paduan, sengauan (nasal), getaran
(trill), sampingan (lateral), hampiran (aproksiman).
4.1.7. Unsur Suprasegmental
Dalam arus ujaran itu ada bunyi yang
dapat disegmentasikan, sehingga disebut bunyi segmental, tetapi yang
berkenaan dengan keras lembut, panjang pendek,dan jeda bunyi tidak dapat
disegmentasikan. Bagian dari bunyi tersebut disebut bunyi suprasemental atau prosodi.
Dalam
studi mengenai bunyi suprasegmantal biasanya dibedakan atas tekanan
(stress), nada (pitch), jeda (persendian).
4.1.8.
Silabel
Silabel atau suku kata adalah satuan
ritis terkecil dalam suatau arus ujaran. Satu silabel biasanya meliputi satu
vokal, atau satu vokal dan satu konsonan atau lebih. Kenyaringan atau sonoritas
biasanya jatuh pada sebuah vokal. Puncak silabis adalah bunyi vokal.
4.2. FONEMIK
Obyek penelitian
foneik adalah fonem, yakni bunyi bahasa yang dapat atau berfungsi untuk
mebedakan makna kata. Jika bunyi membedakan makna,maka bunyi tersebut disebut
fonem. Jika tidak membedakan makna kata, maka bukan fonem. Untuk membuktikan
sebuah bunyi fonem atau bukan haruslah dicari pasangan minimalnya.
4.2.1. Alofon
Alofon-alofon dari sebuah fonem mempunyai
kemiripan fonetis, artinya banyak mempunyai kesamaan dalam pengucapannya. Yang
dimaksud distribusi komplementer adalah distribusi yang tempatnya tidak bisa
dipertukarkan, meskipun dipertukarkan juga tidak akan menimbulkan perbedaan
makna. Distribusi komplementer bersifat tetap pada lingkungan tertentu.
Distribusi
bebas adalah alofon-alofon itu boleh digunakan tanpa persyaratan lingkungan
bunyi tertentu.
4.2.2. Klasifikasi Fonem
Fonem-fonem yang berupa bunyi, yang
didapat sebagai hasil segmantasi terhadap arus ujaran disebut fonem
segmental. Sebaliknya, fonem yang berupa unsur suprasegmental disebut fonem
suprasegmental.
4.2.3. Asimilasi dan Disimilasi
Asimilasi adalah peristiwa berubahnya
sebuah bunyi menjadi bunyi yang lain sebagai akibat dari bunyi yang ada di
lingkungannya, sehingga bunyi itu menjadi sama atau mempunyai ciri-ciri yang
sama dengan bunyi yang mempengaruhinya.
Kalau
perubahan bunyi menyebabkan berubahnya identitas sebuah fonem, maka perubahan
itu disebut asimilasi fonemis. Kalau perubahan itu tidak manyebabkan
berubahnya identitas sebuah fonem, maka perubahan itu bukan asimilasi fonemis,
melainkan mungkin asimilasi fonetis atau asimilasi alomorfemis.
4.2.4. Umlaut, Ablaut, dan Harmoni Vokal
Dalam studi fonologi, umlaut
mempunyai pengertian perubahan vokal sedemikian rupa sehinga vokal itu
diubah menjadi vokal yang lebih tinggi sebagai akibat dari vokal yang
berikutnya yang tinggi. Ablaut adalah perubahan vokal yang
kita temukan dalam bahasa-bahasa indo-jerman untuk menandai berbagai fungsi
gramatikal.
4.2.5. Kontraksi
Kontraksi adalah pemendekan kata yang
menghilangkan sebuah fonem atau lebih yang dilakukan dalam situasi yang
informal.
4.2.6. Metatesis dan Epentesis
Metatesis adalah bukan mengubah bentuk
fonem menjadi fonem yang lain, melainkan mengubah urutan fonem yang terdapat
dalam suatu kata. Dalam proses epentesis,sebuah fonem tertentu, biasanya yang
homorgan dengan lingkungannya disisipkan ke dalam sebuah kata.
4.2.7. Fonem dan Grafem
Untuk menetapkan sebuah bunyi berstatus
sebagai fonem atau bukan harus dicari pasangan minimalnya, berupa dua buah kata
yang mirip, yang memiliki satu bunyi yang berbeda , sedangkan yang lainnya
sama. Bila ternyata kedua kata tersebut memiliki makna yang berbeda, maka kedua
kata itu adalah dua buah fonem yang berbeda.
Fonem
dianggap senagai konsep abstrak, yang di dalam pertuturan direalisasikan oleh
alofon, yag sesuai dengan lingkungan tempat hadirnya fonem tersebut.p